PALU – Sidang lanjutan gugatan masyarakat Poboya terhadap pihak ATR/BPN Kota Palu selalu tergugat I, dan mantan Kapolda Sulteng, Dewa Parsana bersama rekannya Moh.Rosman selaku pihak intervensi tergugat II, kini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi dari pihak penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Palu, Kamis (7/9/2023).
Lanjutan agenda sidang kali ini, pihak penggugat menghadirkan lima saksi, di antaranya mantan Lurah Poboya, Kasie Pemerintahan Kelurahan Poboya, mantan Ketua LPM, serta mantan ketua RT yang menyatakan, semasa dirinya menjadi ketua RT, tidak pernah mengetahui atau dilibatkan dalam hal pengukuran lahan atas nama Dewa Parsana maupun Moh. Rosman, yang dilakukan oleh pihak BPN Kota Palu.
Perwakilan warga Poboya, Irsan mengungkapkan, mestinya dalam hal pengukuran lahan, pihak BPN melibatkan ketua RT, karena RT lah yang lebih mengetahui wilayahnya, namun mantan ketua RT yang dihadirkan sebagai saksi, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam hal pengukuran lahan atas nama Dewa Parsana maupun Rosman.
“Seluruh masyarakat Poboya tidak mengakui SHM atas nama Dewa Parsana dan Rosman yang diterbitkan pihak BPN, karena itu adalah tanah adat kami yang telah dibagi-bagikan oleh ketua adat kepada warga Poboya,”jelasnya.
Kuasa hukum dari pihak intervensi tergugat II, Alfando Endru mengatakan, dari hasil keterangan para saksi yang dihadirkan pihak penggugat dalam sidang tersebut, objek yang disengketakan menurut perspektif tergugat tidaklah jelas alias kabur, karena dari keterangan beberapa saksi, ada yang tidak mengetahui secara pasti keberadaan lahan-lahan yang disengketakan.
“Untuk langkah selanjutnya, kami tetap mengikuti prosedur persidangan yang ditetapkan hingga putusan,” jelasnya.
Sementara, Panitera PTUN Palu, Jonaidi Madri menjelaskan, agenda sidang yang dilaksanakan kemarin (Kamis 7/9/2023), adalah pemeriksaan saksi-saksi dari pihak penggugat, kemudian agenda sidang selanjutnya masih dijadwalkan pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan pihak tergugat I dan tergugat II.
“Selanjutnya masih akan mendengarkan keterangan saksi-saksi, jika misalnya para pihak nanti masih akan mengajukan baik saksi, bukti bahkan keterangan ahli, maka hal itu menjadi pertimbangan majelis mengingat tenggat waktu penyelesaian perkara hanya 5 bulan, namun jika dirasa cukup, maka akan masuk agenda selanjutnya yakni penyampaian kesimpulan para pihak,” jelasnya.
Diketahui, pihak ATR/BPN telah menerbitkan SHM (Sertifikat Hak Milik) atas nama Dewa Parsana pada tahun 2012, kemudian pada tahun 2013 diterbitkan dua SHM atas nama Rosman, kemudian di 2019 diterbitkan lagi dua SHM atas nama Dewa Parsana. Atas kepemilikan SHM itu, maka masyarakat Poboya merasa hak-hak atas tanah adat mereka telah dirampas. Untuk itu,masyarakat Poboya melakukan gugatan melalui PTUN Palu, dengan tergugat pertama pihak BPN Palu, sementara tergugat II, mantan Kapolda Sulteng, Dewa Parsana dan Rosman. AMR