PALU – Himpunan Pengusaha (HPR) Sulteng, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Palu untuk merevisi Peraturan Wali Kota () nomor 17 tahun 2022 terkait penertiban reklame yang dinilai merugikan para pengusaha reklame di Kota Palu.

Hal itu disampaikan sejumlah pengusaha reklame yang tergabung dalam HPR Sulteng pada saat Rapat Dengar Pendapatan bersama Pemkot dan OPD terkait melalui gabungan komisi B dan Komisi C , Selasa (3/10/2023) di Ruang Sidang Utama DPRD Kota Palu.

RDP yang dipimpin ketua Komisi C Ahmad Umayer dihadiri oleh ketua Komisi B, Rizki Hardianti Pakamundi dan sejumlahan anggota komisi B dan C DPRD Kota Palu dan sejumlah OPD terkait.

Ketua HPR Sulteng, Gufron Ahmad menjelaskan, ada 17 reklame yang ditebas sepihak oleh Pemkot Palu, padahal 12 dari 17 rekelame tersebut memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan telah membayar pajak. Gufron juga menjelaskan, penebasan 17 reklame tersebut tidak ditindak sesuai proses surat menyurat oleh Pemkot kepada pihak pengusaha reklame.

“Jadi berdasarkan laporan, sebelum ditebas harusnya disurati tiga kali, tapi ini hanya disurati satu kali sudah dilakukan penebasan reklame,” jelasnya.

Anggota HPR Sulteng, Sugianto Rerungan juga menyayangkan Pemkot Palu tidak yang tidak memberikan solusi atas tindakan penertiban reklame yang dinilai tidak sesuai estetika Kota Palu tersebut. 

Dirinya menjelaskan, dari penertiban tersebut, pihaknya secara pribadi mengalami kerugian yang besar. Reklame yang memiliki izin dan telah membayar pajak ditebas Pemkot Palu sehingga pihaknya harus membayar denda 200 kali lipat kepada pihak pengiklan.

“Kalau memang mau dipindah, tentu kita mau diatur. Kita minta solusi dari Pemkot, kalau memang reklame kita mau ditebas harus ada titik relokasinya dimana. Kita juga perlu waktu agar kita sebagai pengusaha reklame bisa menyurat ke pengiklan,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Assiten II dr. Husaema menjelaskan, Perwali terkait penertiban reklame tersebut telah dua kali direvisi. Dirinya juga menyakini bahwa reklame yang telah ditertibkan merupakan reklame yang terpasang ketika perwali tersebut diterbitkan.

“Perwali tersebut mengacu dari berbagai aturan, mulai dari dinas perhubungan, tata ruang hingga kementerian. Jadi tidak ada yang bertentangan dengan aturan diatasnya,” jelasnya. 

Pihaknya juga memastikan bahwa Pemkot akan melakukan teguran sebanyak tiga kali melalui surat untuk beberapa reklame yang dinilai menganggu estetika kota.

“Jika pihak pengusahaan tidak menerima suratnya, mungkin saja suratnya tidak sampai. Karena Pemkot sendiri menginginkan reklame yang tidak sesuai titik itu dibongkar sendiri oleh pemilik reklame,” jelasnya. RA