DONGGALA – Simposium Nasional Akuntansi (SNA) ke-28 tak hanya menjadi ruang diskusi akademis, tetapi juga sarana memperkenalkan budaya lokal. Ratusan akademisi, praktisi, peneliti, mahasiswa, hingga anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dari berbagai daerah menyambangi Desa Towale, Kabupaten Donggala, untuk menyaksikan langsung proses pembuatan sarung tenun khas Donggala, Jumat (12/9/2025).
Kunjungan ini bertujuan untuk memperkenalkan potensi ekonomi kreatif desa kepada peserta simposium, sekaligus membuka ruang kerja sama antara dunia akademik dan pelaku usaha lokal. Para peserta diajak memahami bagaimana tradisi menenun bukan hanya bernilai budaya, tetapi juga bisa menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Muhammad Wahyudi, dosen dari Universitas Tidar, Jawa Tengah, mengaku terkesan dengan keindahan corak sarung tenun Donggala.
“Saya rasa ini mengonfirmasi bahwa Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya yang luar biasa. Setiap daerah punya ciri khas, dan sarung tenun Donggala tampil dengan motif yang unik dan berbeda dari daerah lain,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa kerajinan ini menyimpan peluang ekonomi yang besar.
“Menurut saya, ini adalah potensi ekonomi yang cukup besar jika dapat dikelola secara maksimal, tidak hanya oleh pemerintah desa, tetapi juga pemerintah kota dan provinsi. Yang paling utama, promosi harus digencarkan agar sarung tenun Donggala semakin dikenal luas,” jelasnya.
Kepala Desa Towale, Mohammad Subhan, menyebut kedatangan peserta SNA ke desanya menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat.
“Kami dari komunitas desa merasa ini sangat membanggakan, tidak hanya untuk Desa Towale, tetapi juga untuk seluruh pengrajin tenun di Donggala. Kami berharap kunjungan ini bisa berdampak luas dan menjadikan desa kami ikon budaya daerah,” katanya.
Ia juga berharap agar para akademisi dapat ikut membantu mempromosikan sekaligus mendorong pengembangan tenun Donggala sebagai produk ekonomi kreatif yang berdaya saing.
“Harapan kami, para dosen dan peneliti bisa membawa cerita tentang sarung tenun ini ke daerah mereka masing-masing. Dengan begitu, promosi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal, tetapi juga oleh kalangan akademisi yang punya jaringan lebih luas,” ujar Subhan.
Subhan menambahkan, pihaknya akan menjajaki kerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako untuk pengembangan pemasaran sarung tenun secara daring.
“Insyaallah ke depan, kami akan bekerja sama dengan dosen-dosen dari Fakultas Ekonomi Untad agar penjualan bisa dilakukan secara online. Dengan begitu, pasar tenun Donggala bisa menjangkau lebih luas lagi,” terangnya.
Kunjungan peserta simposium ini diharapkan menjadi momentum baru dalam memajukan potensi ekonomi kreatif berbasis budaya, sekaligus memperkuat sinergi antara dunia akademik dan komunitas lokal. (Bim)