PALU – Komunitas kembali menghadirkan Palu Menari 2025 dengan mengusung tema “Titik Temu: Move/On, Bergerak untuk Berpindah.” Festival ini tidak sekadar menjadi ajang pertunjukan, melainkan juga wadah regenerasi seniman dan penguatan ekosistem pascabencana di Sulawesi Tengah.

Koreografer sekaligus dosen seni tari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Hartati, menilai keberadaan festival semacam ini sangat penting untuk menjaga kesinambungan seni di daerah. Menurutnya, tari kontemporer justru bisa menjadi ruang kreatif untuk menggali nilai budaya agar tetap relevan dengan kondisi kekinian.

“Tari kontemporer tidak akan merusak tradisi. Justru ia bisa menjadi wadah untuk menggali nilai budaya agar tetap relevan dengan kondisi hari ini. Semoga teman-teman seniman di Palu tidak pernah bosan menjaga semangat ini,” ujarnya pada Kamis malam (25/9/2025) di Jl. Tavanjuka II, Palupi, Palu Selatan.

Hartati juga menekankan bahwa karya tari tidak terlepas dari konteks sosial. Ia menyebut, kegelisahan terhadap isu sosial, politik, maupun lingkungan dapat diterjemahkan dalam bentuk karya. Karena itu, ia menilai Palu Menari harus terus hidup agar seniman memiliki ruang untuk menyuarakan gagasannya.

Senada dengan itu, koreografer nasional Eko Supriyanto memberikan apresiasi atas gelaran tersebut. Baginya, esensi sebuah karya tari terletak pada kemampuannya menyentuh hati penonton.

“Bukan soal tradisi atau kontemporer, yang utama adalah bagaimana karya tari bisa menggerakkan hati penonton. Harapannya, teman-teman koreografer terus berani mencoba dan tidak takut salah dalam berkarya,” katanya.

Eko juga menambahkan, panggung festival menjadi sekolah terbaik bagi para koreografer muda. Menurutnya, kedewasaan dalam berkarya lahir dari pengalaman.

“Regenerasi seniman hanya akan terbentuk dari jam terbang. Festival seperti Palu Menari adalah kesempatan emas bagi generasi muda untuk mengasah diri,” ujarnya.

Sementara itu, Program Manager Komunitas Seni Lobo, Iin Ainar Lawide, menjelaskan bahwa Palu Menari lahir enam bulan pascabencana 2018 sebagai ruang pemulihan sekaligus titik temu seniman lintas disiplin. Dari situ, festival berkembang bukan hanya sebagai pertunjukan, tetapi juga sebagai medium dialog dan penciptaan gagasan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Selain Palu Menari, Komunitas Seni Lobo juga menginisiasi sejumlah program pendukung seperti lokakarya tari, diskusi seni lintas komunitas, dan residensi koreografer muda. Gelaran ini dirancang untuk memperluas jejaring, memperkuat kapasitas seniman lokal, serta membuka ruang kolaborasi dengan seniman nasional maupun internasional.

Iin berharap pemerintah lebih aktif terlibat dalam mendukung ruang-ruang kesenian semacam ini.

“Dengan regulasi dan sinergi pemerintah, teman-teman pegiat seni bisa menghadirkan karya yang memberi dampak nyata bagi masyarakat. Palu Menari harus terus hidup sebagai ruang regenerasi dan penguatan budaya,” pungkasnya.

Festival yang berlangsung di Jl. Tavanjuka II, Palupi, Palu Selatan, Kota Palu ini didukung Kementerian Kebudayaan RI, LPDP, dan MPN Seni Pertunjukan. Tahun ini, sebanyak 13 koreografer lintas daerah tampil membawakan karya, menegaskan peran Palu Menari sebagai perayaan seni sekaligus ruang pembelajaran bersama.

Malam terakhir pagelaran menjadi puncak kemeriahan, ketika penampilan para koreografer sukses memukau penonton. Suasana meriah tersebut menutup festival dengan kesan mendalam, sekaligus menegaskan bahwa Palu Menari telah tumbuh menjadi ruang seni yang dinanti setiap tahunnya.BIM