PALU – Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak kakak beradik di Sigi yang diduga dilakukan oleh paman dan kakek kandung, kini mandek selama lima bulan. Yayasan Sikola Mombine mendesak keras Polda Sulteng segera bertindak, menyebut lambannya proses hukum sebagai “bentuk ketidakadilan yang nyata” bagi para korban anak.
Direktur Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani, S. IP, menyatakan kekecewaannya.
“Kami sangat menyesalkan lambatnya proses penanganan kasus ini. Sudah lima bulan berlalu, namun belum ada kepastian hukum bagi korban maupun keluarganya. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata bagi anak-anak korban kekerasan seksual,” ujar Nur Safitri Lasibani dalam keterangan resminya, Jumat (7/11/2025).
Kasus dugaan kekerasan seksual ini menimpa tiga anak yang merupakan kakak-beradik kandung. Dugaan tindak kekerasan ini diduga dilakukan oleh paman dan kakek kandung korban, sehingga kasus ini termasuk dalam kategori inses. Kasus ini pertama kali dilaporkan pada bulan Mei 2025.
Menurut catatan Yayasan Sikola Mombine, hingga awal November 2025, belum ada tindak lanjut jelas dari pihak kepolisian terkait hasil penyelidikan, penetapan tersangka, maupun perlindungan psikologis yang komprehensif bagi para korban. Yayasan Sikola Mombine menilai bahwa lambannya proses hukum ini berpotensi memperburuk kondisi psikologis korban dan menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Lembaga ini juga mengingatkan bahwa, sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, aparat penegak hukum berkewajiban untuk memberikan penanganan cepat, ramah anak, dan berperspektif korban dalam kasus kekerasan terhadap anak.
“Kami mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk segera mempercepat proses penyelidikan dan memastikan pelaku kekerasan seksual terhadap tiga anak di Pakuli Utara dapat segera diproses hukum. Keadilan untuk anak-anak korban tidak boleh ditunda,” tambah Nur Safitri Lasibani, S.IP.
Yayasan Sikola Mombine juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi dan Kabupaten Sigi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk aktif memastikan pemenuhan hak-hak korban.
Sebagai penutup, Yayasan Sikola Mombine mengeluarkan pernyataan tegas, “Keadilan bagi korban kekerasan seksual tidak boleh menunggu. Semakin lama kasus ini dibiarkan tanpa kepastian, semakin besar luka yang mereka tanggung. Anak-anak korban kekerasan seksual berhak atas pemulihan dan perlindungan penuh dari negara. Jangan biarkan mereka menunggu keadilan yang tak kunjung datang.”***