Palu – Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menyoroti secara khusus dominasi tenaga kerja asing (TKA) di sejumlah perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Sulteng.
Dalam kegiatan Diseminasi Hasil Pendapat Hukum atas Penyusunan Ranperda Ketenagakerjaan yang diselenggarakan oleh Yayasan Tanah Merdeka yang bertempat di Ballroom Hotel Sutan Raja Palu, Kamis (17/07/2025).
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sulteng dalam hal tersebut diwakili oleh anggota Komisi IV DPRD Sulteng, Abdul Rahman, ST.IAI, turut hadir dan sekaligus menjadi salah satu narasumber atau penanggap dalam forum tersebut.
Abdul Rahman menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama dalam dunia ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah saat ini adalah minimnya keberpihakan regulasi terhadap pekerja lokal, sementara TKA justru semakin mendominasi sektor-sektor strategis.
“Kami mendorong agar Ranperda Ketenagakerjaan secara eksplisit mengatur proporsi pekerja lokal terhadap TKA, agar tidak terjadi ketimpangan dan eksploitasi terselubung di lapangan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan TKA memang diperlukan dalam konteks alih teknologi dan keahlian, namun bukan berarti mengesampingkan hak tenaga kerja lokal yang seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan daerah.
Selain itu, Abdul Rahman menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik ketenagakerjaan di perusahaan, termasuk kewajiban penyediaan fasilitas kerja yang layak seperti tempat istirahat, sanitasi, dan ruang laktasi. Menurutnya, hal ini penting untuk menjamin lingkungan kerja yang manusiawi dan bermartabat.
“Ranperda ini harus menjadi alat perlindungan, bukan hanya aturan administratif. Kita perlu memastikan pekerja lokal benar-benar mendapatkan haknya, dan tidak tergeser oleh dominasi TKA yang tidak diatur dengan baik,” ujarnya lagi
Diseminasi yang diinisiasi Yayasan Tanah Merdeka ini turut dihadiri oleh Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulteng, serikat pekerja, akademisi, serta berbagai elemen masyarakat sipil.
Ketua Yayasan Tanah Merdeka, Ricar, juga menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya praktik kerja paksa dan eksploitasi yang kerap terjadi, serta mendorong agar Ranperda menyentuh aspek-aspek penting seperti larangan eksploitasi, perlindungan terhadap pekerja perempuan, dan pengawasan partisipatif.
Melalui forum tersebut Ranperda Ketenagakerjaan yang tengah disusun dapat menjadi regulasi yang responsif terhadap kondisi nyata di lapangan, memperkuat perlindungan pekerja lokal, dan menjadi instrumen hukum yang adil dan berkelanjutan.**