PALU – secara langsung menyerahkan simbol-simbol sanksi adat kepada Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu sebagai bentuk pertanggungjawaban atas Vaya Mbaso atau kesalahan besar yang dilakukannya terhadap .

Prosesi ini merupakan bagian dari pelaksanaan Nu Ada, sanksi adat tertinggi masyarakat di kawasan bersejarah Sou Raja atau Banua Oge, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Minggu (20/7/2025).

Di hadapan para tetua adat, perwakilan PB Alkhairaat, pemerintah, dan masyarakat adat yang hadir, Gus Fuad dengan kerendahan hati menyerahkan tujuh simbol adat yang sarat makna. Simbol-simbol ini menjadi bentuk konkret permohonan maafnya kepada masyarakat adat Kaili:

1. Alima Mba Bengga Pomava Sambei Tambolo – Lima ekor kerbau besar sebagai simbol pengganti leher

2. Alima Nggayu Gandisi Posompu – Lima lembar kain kafan putih

3. Alima Dula Nu Ada Potande Balengga – Lima dulang adat untuk tempat kepala

4. Alima Mata Guma – Lima bilah kelewang atau parang adat

5. Alima Ntonga Tubu Bula – Lima mangkuk putih adat

6. Alima Ntonga Pingga Bula Tava Kelo – Lima piring putih bermotif daun kelor,

7. Sapulu Sasio Rial Doi Rapo Sudaka Deana Alima – 99 rial uang sedekah dikali lima, sebagai simbol penebusan atas pelanggaran adat.

Setelah seluruh prosesi selesai, para pemangku adat dengan tulus menerima penyerahan tersebut sebagai tanda bahwa Gus Fuad telah dimaafkan secara adat.

Dengan hati yang lapang, Gus Fuad menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas penerimaan yang begitu hangat. Ia menyebut bahwa dirinya tidak hanya dimaafkan, tetapi juga diterima kembali sebagai bagian dari keluarga besar masyarakat Kaili.

“Permohonan maaf yang sebesa-besarnya dan dalam momen ini ada satu hal yang membuat saya gembira,” ujar Gus Fuad.

Ia mengisahkan bahwa dirinya baru mengetahui adanya hubungan leluhur dengan tanah Kaili. Berdasarkan cerita yang ia dengar di tanah Kaili hidup sosok perempuan mulia bernama , yang memiliki pitri bernama Tobelo atau Pintasarani. Tobelo menikah dengan seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit dan melahirkan Pangeran Benowo, yang orang Kaili kenal sebagai Banawan.

“Dan ternyata, salah satu jalur nasab saya bersambung sampai ke Pangeran Benowo. Jadi hari ini, saya tidak hanya meminta maaf, saya justru merasa seperti kembali ke rumah, kembali ke keluarga sendiri,” tuturnya. (Bim)