PALU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah () Provinsi Sulawesi Tengah () menegaskan komitmennya menuntaskan konflik di Kabupaten Tolitoli yang telah berlangsung lebih dari 11 tahun.

Kepastian itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Sulteng, Aristan, Selasa (9/9/2025) di ruang sidang utama DPRD, Jalan Prof. Moh. Yamin Jalur 2, Palu.

Konflik antara masyarakat dengan Perseroan Terbatas (PT) Citra Mitra Palma (CMP) dan Perseroan Terbatas (PT) Tanjung Enim Lestari (TEN) mencuat akibat dugaan penyerobotan lahan, ketidakjelasan kebun plasma, praktik mafia tanah, hingga intimidasi dan kekerasan terhadap warga. Kondisi itu dinilai mendesak untuk segera ditangani secara serius oleh DPRD.

Aristan menegaskan, permasalahan ini tidak boleh sekadar menjadi ajang saling menyalahkan. Ia bahkan menegur pihak perusahaan yang mengakui pembebasan lahan dilakukan tanpa melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Ini masalah besar. Jika BPN tidak dilibatkan, keabsahan lahan patut dipertanyakan. DPRD akan memastikan masalah ini tidak terus berlarut,” tegasnya.

Ia juga menambahkan, DPRD akan memastikan bukan hanya perkebunan sawit, melainkan juga perusahaan tambang yang beroperasi di Sulteng diteliti legalitasnya.

“Kita tidak anti-investasi. Justru kita mendorong investasi hadir di Sulawesi Tengah. Tetapi syaratnya jelas: perusahaan wajib patuh aturan dan masyarakat harus merasakan manfaatnya. Jangan sampai rakyat jadi korban di tanahnya sendiri,” ujar Aristan.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Yus Mangun, menegaskan perlunya langkah konkret.“Masalah ini tidak bisa selesai hanya dengan rapat biasa. Panitia Khusus (Pansus) harus dibentuk agar status perizinan jelas, operasional perusahaan bisa diawasi, dan masyarakat tidak terus jadi korban,” tegas Yus.

Anggota DPRD daerah pemilihan (dapil) Tolitoli–Buol, Hasan Patongai, menambahkan perusahaan dinilai merugikan warga karena beroperasi dengan dasar hukum lemah.

“Bagaimana bisa perusahaan berani beroperasi dengan sertifikat tanah yang bermasalah? Itu sama saja memicu masyarakat membuat Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) palsu. Kalau status tanah tidak jelas, jangan dibeli, jangan dibayar. Ini merugikan keluarga kami di kampung,” kata Hasan.

Ia menegaskan DPRD akan terus mengawal persoalan ini. “Jangan sampai ada lagi perusahaan yang seenaknya menguasai tanah rakyat tanpa izin sah,” ujarnya.

Di akhir rapat, Aristan menyampaikan dua rekomendasi awal DPRD. Pertama, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk membuka secara transparan masalah lahan, plasma, dan perizinan perusahaan. Kedua, meminta pemerintah provinsi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) turun langsung melakukan verifikasi lahan untuk memastikan keabsahan hak masyarakat maupun perusahaan.

“Semua pihak harus patuh pada keputusan ini,” tegas Aristan menutup rapat.

RDP ini dihadiri sejumlah instansi, antara lain Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Konflik Agraria (), serta perwakilan perangkat daerah Kabupaten Tolitoli. Dari pihak perusahaan hadir Perseroan Terbatas (PT) Total Energy Nusantara dan Perseroan Terbatas (PT) Citra Mulia Perkasa. Turut hadir pula camat, kepala desa, mantan kepala desa, koperasi, serta tokoh masyarakat dari Kecamatan Lampasio dan Ogodeide yang langsung memberikan keterangan kondisi di lapangan.(Bim)