PALU – Khawatir warisan budaya lokal kian tergerus modernisasi, Anggota DPRD Kota Palu, Andris, S.Sos., mendorong pelestarian dokar, kendaraan tradisional khas masyarakat Kaili yang kini hampir punah dari ruas jalan Kota Palu.
Melalui inisiatif pribadi dan dukungan Pemerintah Kota Palu, Andris mengusulkan pengadaan lima unit dokar dan enam ekor kuda yang akan ditempatkan di sejumlah kawasan wisata dan budaya di daerah pemilihannya, Palu Selatan–Tatanga.
“Dokar ini bukan sekadar alat transportasi. Ini bagian dari identitas budaya kita. Sayang sekali kalau dibiarkan hilang begitu saja,” ujar Andris dalam kegiatan reses hari kelima di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Jumat (24/10/2025).
Sebagai putra asli Kaili yang dikenal menyukai kendaraan tradisional dan pacuan sapi, Andris mengaku prihatin karena keberadaan dokar kini hampir tidak terlihat lagi di Kota Palu. Ia menyebut, sebagian dokar yang tersisa justru berasal dari daerah lain seperti Gorontalo.
“Dulu di Kampung Tengah hampir setiap rumah punya dokar, tapi sekarang benar-benar hilang. Saya pikir, ini waktunya kita hidupkan lagi,” tambahnya.
Andris menegaskan, pengadaan dokar dan kudanya bukan berasal dari pokok-pokok pikirannya (Pokir) sebagai anggota dewan, melainkan hasil komunikasi langsung dengan Pemerintah Kota Palu. Ia menyebut, usulan senilai sekitar Rp300 juta itu telah mendapat persetujuan prinsip dari Pemkot dan akan menjadi aset pemerintah.
Ia menjelaskan, dokar nantinya bisa diintegrasikan dalam kegiatan wisata, car free day, hingga event tahunan seperti pawai budaya dan perayaan HUT Kota Palu.
“Di Jogja kita lihat bagaimana andong menjadi daya tarik wisata. Palu juga bisa seperti itu. Tinggal bagaimana kita mengelola dengan baik,” ujarnya.
Andris berharap, keberadaan dokar bisa kembali menjadi bagian dari identitas kota dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berdaya. Menurutnya, dokar lebih terjangkau dan mudah dioperasikan dibandingkan kuda pacu yang harganya bisa mencapai Rp80 juta per ekor.
“Kalau kuda pacu, yang bisa ikut hanya yang punya modal. Tapi kalau dokar, masyarakat bisa ikut mengelola, dan itu jauh lebih berdaya,” jelasnya.
Ia menutup dengan ajakan agar pelestarian dokar menjadi gerakan bersama.
“Sekarang tinggal bagaimana kita bangun kesadaran bersama. Saya yakin kalau dikelola serius, dokar punya masa depan lagi di Kota Palu,” pungkasnya.**