Oleh: Moh. Abdullah Kholil Bisriy, (Unisa) Palu

– Pendidikan adalah persoalan khas manusia. Artinya, hanya manusia yang dalam hidupnya memiliki masalah pendidikan. Melalui pendidikan, kebutuhan manusia akan perubahan dan perkembangan dapat terpenuhi. Tanpa perubahan dan perkembangan, manusia tidak akan mampu melangsungkan kehidupannya. Itulah sedikit gambaran tentang betapa pentingnya pendidikan bagi manusia dan bangsa.

Namun di tengah urgensi pendidikan tersebut, di Indonesia masih banyak persoalan yang perlu diperbaiki dan dibenahi, khususnya di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Contoh kecilnya adalah bagaimana proses belajar itu tidak hanya membuat murid hadir di sekolah, tetapi juga menjadikan mereka beradab, berkarakter kepemimpinan, berdisiplin ilmu, dan tidak mudah bosan dalam belajar. Sebab, sekolah adalah wadah di mana rakyat Indonesia membangun jiwa dan karakter menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya melalui pendidikan formal.

Dalam hal ini, saya, sebagai Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Alkhairaat (Unisa), sangat menyoroti salah satu sekolah swasta yang berada di Kabupaten Donggala, Kelurahan Kabonga Besar, yaitu Madrasah Aliyah Alkhairaat Kabonga Besar, di mana saya sendiri pernah mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.

Madrasah Aliyah Alkhairaat Kabonga Besar dibangun pada tahun 2013 dengan tujuan yang sejalan dengan cita-cita Guru Tua, yakni menciptakan insan yang berakhlakul karimah dan berguna bagi nusa dan bangsa. Namun, dalam dua tahun terakhir, yakni 2024 hingga 2025, sekolah tersebut mengalami penurunan drastis, baik dari jumlah murid, guru, maupun tenaga kerja yang ada di lingkup sekolah itu.

Mirisnya, beberapa kali saya meninjau langsung ke madrasah tersebut, saya tidak lagi melihat adanya proses belajar dan mengajar di dalam kelas. Saya mendapati gerbang sekolah terkunci sejak pagi hari, bahkan hingga keesokan harinya. Sungguh pemandangan yang sangat memprihatinkan, melihat lembaga pendidikan formal kini tidak lagi aktif menjalankan fungsinya.

Saya kemudian menanyakan hal itu kepada salah satu guru yang saya temui di sekolah tersebut. Ia mengatakan bahwa kondisi seperti ini sudah berlangsung cukup lama karena sebagian guru dan bahkan kepala sekolah sendiri tidak lagi menjalankan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Ia juga menambahkan, sering kali kelas-kelas terkunci, dan murid yang datang hanya dua sampai empat orang saja dari total sekitar lima belas siswa yang masih terdaftar.

Lebih jauh lagi, guru itu mengungkapkan bahwa penyebab utama mandeknya kegiatan belajar adalah tidak jelasnya kepemimpinan di sekolah. Kepala sekolah sebelumnya, Husen Toleng, tidak mau sepenuhnya menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada kepala sekolah baru yang terpilih pada 10 April 2025. Akibatnya, muncul dua kepemimpinan dalam satu sekolah, yang menyebabkan proses belajar mengajar menjadi terganggu dan minat para guru untuk mengajar pun menurun.

Selain itu, guru tersebut juga menyayangkan adanya dugaan ketidaktransparanan dalam pencairan dana BOS yang dilakukan oleh kepala sekolah sebelumnya. Ia mengatakan bahwa kepala sekolah lama tidak pernah memberi tahu pengurus komite yayasan, guru, maupun bendahara tentang berapa besar dana yang sebenarnya dicairkan dan digunakan untuk kebutuhan sekolah.

Dari kasus ini dapat saya simpulkan bahwa telah terjadi permainan kepemimpinan dalam satu sekolah untuk melanggengkan kekuasaan pribadi. Jika hal semacam ini dibiarkan, maka rusaklah tujuan pendidikan, khususnya di lingkungan pendidikan formal seperti di sekolah swasta tersebut.

Kasus ini jelas mencoreng amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan nilai-nilai Pancasila yang menempatkan pendidikan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa.

Harapan saya, semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan baik dan bijaksana, serta mendapatkan solusi yang konkret demi kemajuan proses pendidikan di Madrasah Aliyah Alkhairaat Kabonga Besar, agar kembali berjalan sebagaimana mestinya.***