PALU – Ketua Asosiasi Tenun Sulawesi Tengah, Imam Basuki, menegaskan pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap motif-motif tenun lokal agar tidak dijiplak atau disalahgunakan oleh pihak lain.

Penegasan itu disampaikannya dalam konsultasi publik Rancangan Peraturan Daerah () tentang Pelestarian Tenun Lokal, yang digelar oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD di Kantor Kelurahan Siranindi, Kecamatan Palu Barat, Jumat (17/10/2025).

Menurut Imam, pelestarian tenun daerah bukan hanya soal menjaga warisan budaya, tetapi juga memastikan perlindungan hukum atas karya para pengrajin yang mencerminkan jati diri dan kekuatan identitas daerah. Salah satunya adalah motif kelor, yang dikenal luas sebagai simbol khas dan kebanggaan masyarakat Kota Palu.

“Motif kelor menggambarkan ketahanan dan semangat masyarakat Palu. Ini bukan sekadar corak kain, tapi identitas yang menunjukkan karakter dan kebanggaan daerah,” ujarnya di hadapan anggota DPRD Kota Palu, pelaku tenun, tokoh masyarakat, dan perwakilan instansi terkait.

Ia menambahkan, pelestarian dan perlindungan motif lokal juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Dengan adanya regulasi yang jelas dan perlindungan hukum yang kuat, karya para pengrajin akan memiliki nilai tambah dan membuka peluang kesejahteraan yang lebih baik.

“Kalau motif dan produk tenun kita terlindungi, maka pengrajin akan lebih dihargai. Ini bukan hanya menjaga budaya, tapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Imam menyoroti masih adanya kesalahpahaman di masyarakat yang sering menyamakan tenun dengan batik. Ia menekankan bahwa keduanya memiliki proses produksi yang berbeda dan harus dipahami sebagai bentuk ekspresi budaya yang unik.

“Tenun dan batik itu berbeda. Tenun adalah karya yang tumbuh dari tangan-tangan pengrajin kita sendiri, lahir dari tradisi dan nilai lokal yang kuat,” katanya.

Kegiatan yang dipimpin oleh Ketua Bapemperda DPRD Kota Palu, Dr. Arif Miladi, tersebut menjadi forum penting bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk memberikan masukan terhadap rancangan regulasi pelestarian tenun lokal. Berbagai saran disampaikan agar Ranperda yang disusun tidak hanya menjaga nilai budaya, tetapi juga mampu memperkuat posisi ekonomi pengrajin di tingkat daerah maupun nasional.

Imam berharap Ranperda Pelestarian Tenun Lokal ini dapat menjadi dasar hukum yang kokoh untuk menjaga keaslian, kualitas, dan nilai ekonomi tenun Sulawesi Tengah, terutama tenun bermotif khas Palu seperti kelor.

“Regulasi ini harus bersifat mengikat dan benar-benar melindungi pengrajin, bukan sekadar tulisan di atas kertas. Dengan begitu, motif kelor akan tetap menjadi identitas kuat Kota Palu sekaligus meningkatkan kesejahteraan para pengrajin,” pungkasnya. BIM