PALU – Ketua Komisi IV Provinsi Sulawesi Tengah () Alimuddin Paada, bersama Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Sulteng I Nyoman Slamet, hadiri Kegiatan ‘Libu Nu Ada' yang selenggarakan oleh Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulteng Yang Bertempat di Auditorium Taman Budaya Museum Provinsi Sulteng, Senin (30/01/2023).

Kegiatan ini dihadiri Sekretaris BMA Sulteng Ardiansyah Lamasitudju, selaku dan dihadiri oleh Biro Hukum Setdaprov Sulteng, Dinas Sosial Provinsi Sulteng, Diskominfo Provinsi Sulteng, BPN/ATR Provinsi Sulteng, Civitas Akademisi Fakultas Hukum Untad, Ketua Dewan Adat Kabupaten bersama para Ketua-Ketua Sigi, serta para tamu undangan lainnya.

Dasar diselenggarakannya kegiatan ‘Libu Nu Ada' tersebut terkait adanya urgent yang muncul di antara wilayah Kabupaten Sigi dan Kabupaten terkait masalah batas wilayah keadatan kedua daerah tersebut, sehingga menimbulkan sedikit kekisruhan antara kedua belah pihak.  Dalam hal ini BMA Sulteng memandang perlu agar segerah diselesaikan dengan cepat dengan cara melaksanakan Libu Nu Ada atau Musyawarah untuk membicara persoalan tersebut agar bisa terselesaikan dengan baik dan meminimalisir timbulnya kekisruhan yang berkepanjangan.

Alimuddin Paada juga menyampaikan bahwa persoalan ini harus secepat mungkin diselesaikan agar tidak mengundang atau memicu polimik yang berkepanjangan yang kita tidak ingin bersama. Olehnya itu Alimuddin meminta kepada para pengurus BMA Sulteng agar dapat melakukan mediasi kepada kedua belah pihak untuk mencari solusi yang baik dan tepat bagi kedua belah pihak melalui musyawarah.

Selain itu, Alimuddin Paada juga menyampaikan bahwa terkait masalah penetapan wilayah tapal batas pada suatu daerah itu akan berbedah penetapan wilayahnya dengan tapal batas wilayah keadatan disuatu daerah atau tempat, misalkan penetapan wilayah tapal batas suatu daerah biasanya ditandai dengan adanya patok atau semacamnya yang diletakkan dikedua batas wilayah tersebut yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang atau aturan pemerintah, akan tetapi berbeda halnya dengan tapal batas wilayah keadatan itu tiada batas yang harus membatasi selama keadatan di daerah tersebut ada juga didaearah lain atau didaerah tentangga. 

Lanjutnya, dirinya juga berharap kepada seluruh masyarakat jikal ada persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat harap diselesaikan terlebih dahulu dengan cara musyawarah melalui lembaga adat, badan adat, hingga dewan adat, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan mufakat.

Politisi Gerindra ini juga mengapresiasi pengurus BMA Sulteng atas tindakan yang sangat renponsip terkait masalah-masalah keadatan yang ada wilayah sulteng, serta mengharapkan dan meminta kepada para pengurus BMA Sulteng bersama para pelaku adat yang ada agar kiranya kegiatan ‘Libu Nu Ada' agar dapat dilaksanakan kembali dikarenakan dalam hal ini pihak Dewan Adat Kabupaten Poso belum sempat hadir dalam pertemuan ini.

“Maka alangkah baiknya jika dilaksanakan sekali lagi kegiatan tersebut dan kembali mengundang Dewan Adat Kabupaten Poso untuk bisa hadir guna membahas persoalan ini, namun jika nantinya pada kegiatan ‘Libu Nu Ada' berikutnya Dewan Adat Kabupaten Poso tidak juga menghadiri, maka dalam hal ini BMA Sulteng sudah berhak memberikan putusan atas persoalan ini,” jelasnya.

Selain itu, Sekretaris Komisi-IV DPRD Provinsi Sulteng I Nyoman Slamet yang juga merupakan Politisi dari Partai PDI-Perjuangan, menyampaikan apresiasi positif kepada BMA Sulteng dan para pemerhati adat yang ada diwilayah Sulteng terkait penyelesaian masalah yang ada dimasyarakat dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, hal ini perlu dijadikan salah satu contoh yang baik dari bentuk penyelesaian masalah, jadi dalam hal ini tidak serta merta harus melalui jalur hukum akan tetapi dapat juga dilakukan melalui jalur musyawarah.

“Dan terkait masalah kekisruhan yang terjadi di wilayah Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso tentang masalah batas wilayah tapal batas keadatan kedua daearah tersebut, semoga cepat terselesaikan dengan baik,” ujarnya

I Nyoman mengharapakan kepada BMA Sulteng dapat sesegerah mungkin untuk melakukan mediasi kepada kedua pihak guna mencari solusi yang tepat dan bijak antara kedua wilayah keadatan tersebut, dan semoga persoalan ini tidak ada pihak-pihak yang menunggagi atau menjadi propokator sehingga dapat memicu kekisruhan, serta pada dasarnya solusi yang nantinya dilahirkan kiranya tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau diuntungkan.**